Monday, April 4, 2016

Pesona Di Balik Rantai Hutang


Assalamualaikum,
Salam hangat untuk para pembaca.

Tak ada sedikitpun tujuan negatif dalam menulis dan mengulas topik ini, hanya semata-mata berharap semoga isi dari tulisan ini dapat membantu memberikan secuil jalan keluar kepada mereka yang membutuhkan.

Seminggu yang lalu, untuk ke-7 kalinya saya mendengar keluh kesah dari curhatan beberapa teman yang saat ini tengah menggunakan fasilitas KPR ( kredit rumah ) maupun fasilitas-fasilitas kredit sejenisnya di tanah tercinta Indonesia.

Cukup menyedihkan memang, karena fasilitas yang seharusnya meringankan beban para pengguna dalam memiliki rumah / barang idaman justru pada prosesnya di lapangan mengalami keadaan yang sebaliknya. Keluhan rata-rata yang disampaikan adalah besarnya inflasi tahunan yang menyebabkan suku bunga naik tajam. Belum lagi mengenai "tak menentunya" nasib bunga dari kredit bulanan yang harus dihadapi belasan tahun ke depan.

Saya mencoba melihat dari sudut pandang Islam ( karena hanya sudut pandang ini yang saya ketahui ), bahwa sejak awalnya dulu memang sudah memerangi jenis jual beli berbunga seperti yang marak terjadi sekarang. Makanya ada sebutan “haram” ketika meminjam kepada Rentenir ( Lintah Darat ) karena proses pengembaliannya berbunga. Kenapa Haram ? jawabannya simpel, karena bukannya meringankan si peminjam melainkan menambah masalah baru pada si peminjam ( Jumlah yang harus dilunasi menjadi lebih besar ). Begitu pula sistem kredit yang terjadi pada pembelian Rumah, Kendaraan, dan sejenisnya di zaman modern seperti ini.

Contoh Analogi sederhana yang dibolehkan dalam Islam :
Harga Jual TV = Rp. 5.000.000
Harga pembelian TUNAI = Rp. 5.000.000
Harga pembelian CICIL = Rp. 5.000.000 ( 10x cicil @Rp. 500.000 )
* tidak ada bunga & tidak ada perbedaan harga antara Tunai dan Kredit

Transaksi yang terjadi saat ini pada umumnya :
Harga TV = Rp. 5.000.000
Harga Tunai = Rp. 5.000.000
Harga Cicil = Rp. 5.500.000 ( 10x cicil @ 550.000 )
* Selisih Rp. 500.000 inilah yang dinamakan RIBA

Lalu timbul statement yang seolah-olah membela diri agar RIBA ini dimaklumi, yang jika dilihat dari dua sisi pelaku menjadi seperti ini :

Dari sisi pembeli :
" Mas bro, klo saya ga boleh KPR rumah krn RIBA, lalu kapan saya bisa belinya ? saya ga mampu untuk beli tunai "
" Biarin deh RIBA, yang penting saya punya investasi untuk kehidupan di masa mendatang "
" Gapapa 1x aja kena RIBA, tapi setidaknya saya punya jaminan untuk hidup tentram karena tidak perlu mengontrak. "

Dari sisi penjual :
“ Kalo tidak dibungakan, bagaimana kami bisa meraup untung bulanan ? Kan ada biaya operasional harian dan bulanan.“
“ dengan kemudahan kredit yang kami berikan, tentu kami juga menginginkan keuntungan yang sedikit lebih besar. Anggap aja sebagai hadiah dari kesabaran kami terhadap pembeli yang membayar cicil.”

Ketika mendengar statement seperti di atas, rasanya saya tergelitik untuk meresponnya, dan mungkin respon saya seperti ini :

Untuk si Pembeli :
" Apakah Anda yakin akan merasa tentram dan nyaman ketika dibebankan hutang selama 10 tahun ? "
" Apakah ada yang menjamin bahwa 5 tahun ke depan Anda akan masih sanggup mencicil segala agunan yang dibebankan ? "
" Apakah sudah dijamin 100% bahwa property yang Anda angsur ini betul2 bisa bertahan selama masa cicil ? "

Untuk si penjual :
“ Ketika Anda menyebutkan bahwa manfaat dari fasilitas kredit ini adalah untuk meringankan beban pembeli, lalu mengapa harganya bisa sampai 35% lebih mahal dari harga tunai ? bukankah penikmat fasilitas kredit sudah tentu dari golongan menengah ke bawah ? Salahkah saya jika berasumsi bahwa Anda sebagai penjual memang mendorong customer untuk membeli cicil semata-mata hanya untuk menambah jumlah keuntungan Anda saja !”

Mohon maaf jika tulisan ini menyinggung,
Namun jujur saya sangat merinding ketika melihat contoh bagan cicilan seperti di bawah ini : ( klik gambar untuk melihat lebih jelas / zoom )

Begitu hebatnya para penjual ketika dengan mudahnya meyakinkan calon pelanggan bahwa mereka PASTI MAMPU membayar angsuran hingga tahun ke 13. WoW !! BRAVO !! ( Perusahaan sebesar dan semegah NOKIA saja bisa hancur neraca keuangannya hanya dalam waktu kurang dari 6 tahun sejak pangsa pasarnya tergerus, apalagi kita yang levelnya hanya pekerja kantoran yang tidak pernah tau kepastian nasib karir di 5 tahun mendatang ).

Pada kenyataannya yang saya dengar saat ini, baik dalam bentuk curhatan maupun keluh kesah dari para kerabat yang menggunakan fasilitas sejenis, adalah tentang keadaan yang sebenarnya pasca "pembelian" terjadi. Contoh :

" Cicilan tahun ini bunganya membengkak, saya kudu cari2 akal untuk bisa bayarnya. "
" Angsuran yang awalnya berbunga flat, sekarang malah naik gila-gilaan karena inflasi dan berlakunya pinalty klo sampai telat bayar. "
" Fasilitas yang dijanjikan sangat bertolak belakang. Sertifikat rumah sampai saat ini belum dipecah, masih berbentuk 1 blok. "

Mungkin masih belum terlalu terasa bagi yang menjalaninya kurang dari 2 tahun. Tapi bagaimana keadaannya jika sudah menjalani proses cicil hingga 50% ( 7 tahun perjalanan untuk KPR dan 3 tahun perjalanan untuk pembelian kendaraan ).

Saya merasa bersyukur, dan sudah seharusnya untuk sering-sering bersujud pada Allah karena tidak pernah masuk dalam transaksi-transaksi seperti ini. Saya pun mungkin tergolong kaum KUNO dan ANTIK yang sangat ANTI terhadap transaksi jenis kredit berbunga. Apapun bentuknya.

Ketika saya ditantang dengan sebuah pertanyaan di tahun 2012 ( saya masih sangat ingat kejadian itu) :
" Hei Numan, kalo lo ga mau cicil bagaimana lo bisa beli rumah ? apalagi untuk kawasan Jakarta yang harganya mahal banget ! "
Saya yang saat itu betul-betul belum tau bagaimana caranya untuk membeli, hanya menjawab :
" Saya pasti bisa pak, karena adik saya sudah lebih dulu bisa ! " ( terimakasih untuk Nabil karena telah berhasil membuka mata saya terhadap sebuah keyakinan baru ).

Usut punya usut, ternyata jalan keluar yang saya dapatkan dua tahun kemudian pada dasarnya TIDAK SALING BERKAITAN. Lho kok BISA ??? ( inilah bagian dari keajaiban sang pencipta kita - Allah SWT ).

Dan ketika terkabul, maka pertanyaan tantangan dari teman saya dua tahun yang lalu ( 2012 ) terjawab sudah.

Melalui JALAN-NYA, Allah menurunkan kemudahan untuk memiliki segala kebutuhan dengan membeli melalui cara yang di ridhai Allah. Jika saya bisa, tentu Anda-Anda pun pasti bisa ( karena kita sama-sama makan nasi, sama-sama memiliki waktu 24 jam perhari, dan sama-sama butuh waktu tidur ideal 8 jam / hari.,hehehe.. )

Perlu diketahui bahwa manusia memiliki 2 fitur dahsyat yang tidak dimiliki oleh makhluk lain.
Fitur dahsyat itu adalah "Keyakinan" dan "Imajinasi".
Ketika 2 fitur dahsyat ini disandingkan dengan permohonan do'a yang hanya kita panjatkan kepada Allah ( pemilik jiwa dari setiap makhluk ), maka pertanyaannya adalah : " Apa yang GA MUNGKIN ??!! "
Anda mungkin tidak bisa melihat kemungkinan dan kemudahan itu sekarang, tapi pasti ada jalan yang menuntun ke sana jika Anda yakin dan mampu meng-imajinasikan-nya.

Pesan yang mungkin bisa disampaikan dalam artikel ini :

- Jangan pernah meragukan kemampuan maksimal diri sendiri. Ketika muncul statement dalam diri “ saya ga akan mungkin bisa beli tunai !! “, maka itu yang akan terjadi pada diri Anda.
- Kita hidup memiliki pegangan ( Allah ) dan prinsip. Dekaplah itu. Yakinilah bahwa 2 unsur ini merupakan sumber kekuatan dan sumber dari segala kemungkinan yang paling dahsyat untuk Anda.
- Ingatlah, bahwa tidurnya seorang hamba yang terbebas dari segala hutang, jauuuh lebih nikmat dibanding tidurnya seorang yang bergelimang harta namun sebagian besarnya adalah hasil kredit.

Saya dengan rendah hati ingin menegaskan, bahwa tulisan ini bukanlah sarana untuk mencari ribut apalagi berdebat. Hanya semata-mata mengungkapkan pendapat dan pengalaman pribadi yang ditunjang dengan beberapa kejadian nyata. Barangkali ada yang tergugah, saya hanya berharap balasan kebaikan dari Allah SWT. Amin.

1 comment:

  1. menambah keyakinan bahwa bisa beli rumah cash! amin. thx man. ^^

    ReplyDelete

Temukan " NmN " di Usia 26 Tahun,. Saya MALU !!!

Ketika kami memutuskan menikah di 2012, saya membebaskan segala kegiatan positif istri dengan hanya mengajukan satu syarat saja : “ please, ...